Kamis, 23 Maret 2017

Kriminologi, Kejahatan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. [1]
Kriminologi sebagai ilmu sosial terus mengalami perkembangan dan peningkatan. Perkembangan dan peningkatan ini disebabkan pola kehidupan sosial masyarakat yang terus mengalami perubahan-perubahan dan berbeda antara tempat yang satu dengan yang lainnya serta berbeda pula dari suatu waktu atau jaman tertentu dengan waktu atau jaman yang lain sehingga studi terhadap masalah kejahatan dan penyimpangan juga mengalami perkembangan dan peningkatan dalam melihat, memahami, dan mengkaji permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat dan substansi di dalamnya.
Berbicara tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan mengungkapkan berbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Teori - teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan menunjukkan arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa yang akan diteliti dan dicari solusinya.

B. Rumusan Masalah


C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk mengetahui teori - teori tentang kejahatan dan faktor-faktor penyebab kejahatan.


BAB II
TEORI – TEORI TENTANG PENYEBAB KEJAHATAN


Definisi Kejahatan
            Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.

Selain itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya :
1.      Menurut B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.

2.      Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.

3.      Menurut W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan.

4.      Menurut J.M. Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi. Penjahat terorganisasi [2]umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum. Adapun penjahat professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat – penjahat  jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.
            Teori berasal dari kata Theori dalam bahasa latin berarti perenungan, yang pada gilirannya, berasal dari kata Thea dalam bahasa Yunani yang berarti cara atau hasil pandang, adalah suatu kontruksi dimana cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai dalam pengalaman.
            Teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan lebih baik. Hal – hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri disatukan sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mensistematisasikan masalah yang dibicarakan. Perlu ditegaskan bahwa yang dinamakan dengan Teori adalah merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Dalam bentuk yang paling sederhana teori merupakan hubungan antara dua Variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.
Kata Teori banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menurut Concise Oxford Dictionary sebagai indikator dari makna sehari – hari.  Teori disebutnya sebagai suatu skema, sistem, gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari kelompok fakta atau fenomena, suatu pernyataan yang dianggap sebagai hukum, prinsip umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati.[3]
Dalam mencari sebab – sebab kejahatan, aliran positivis mencarinya pada pelaku kejahatan, sebab pada waktu itu orang percaya bahwa penjahat adalah jenis manusia khusus yang berbeda dengan orang kebanyakan. Secara tradisional, ciri – ciri tersebut dicari pada ciri – ciri biologis, pisikis dan sosio-kulturalnya. Sesuai dengan orang perkembangan teori – teori yang dikembangkan oleh mashab – mashab dalam bidang etiologi kriminal, di bawah ini berturut – turut akan dibicarakan teori – teori yang mencari sebab – sebab kejahatan dari aspek biologis, psikis dan sosio kultural.
Beberapa teori yang membahas peranan dari faktor-faktor itu sebagai faktor-faktor yang melatarbelakangi dan timbulnya kejahatan, yaitu:
1.      Teori biologi kriminal
2.      Teori psikologi kriminal
3.      Teori sosiologi kriminal

A. Teori Biologi Kriminal
Teori biologi kriminal ini berusaha mencari sebab kejahatan dari aspek fisik manusia. Usaha mencari sebab - sebab kejahatan dari ciri – ciri biologis dipelopori oleh ahli – ahli frenologi seperti Gall (1758-1828), Spurzheim (1776-1832), yang mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku. Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak merupakan organ dari akal. Ajaran ahli-ahli frenologi ini mendasarlan pada preposisi dasar, yaitu:
a)      Bentuk luar tengorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnya dan bentuk dari otak
b)      Dalam akal terdiri dari kemampuan atau kecakapan dan
c)      Kemampuan atau kecakapan ini berhubungan dengan bentuk otak dan tengkorak kepala
Oleh karna otak merupakan ”organ dari akal” sehingga “benjolan – benjolan” nya merupakan petunjuk dari kemampuan atau kecakapan tertentu dari “organ”.
            Studi ini telah membuka jalan bagi mereka yang mencari hubungan antara kejahatan dengan ciri – ciri biologis.
            Cesare Lombroso (1835-1909) seorang dokter ahli kedokteran kehakiman merupakan tokoh yang penting dalam mencari sebab – sebab kejahatan dan ciri -   ciri fisik (biologis) penjahat dalam berikut L’uomo Delinquente(1876), sehingga dia sering dipandang sebagai bapak ”kriminologi” modern dan pelopor mazhap positif.[4]
Pokok – pokok ajaran Lombroso:
1)      Menurut Lombroso, penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat. [5]
2)      Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran, yaitu diwariskan dari nenek moyang ”born criminal”.
3)      Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri – ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek.
4)      Bahwa bakat jahat tersebut tidak dapat diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi
Ajaran Lombroso ini, diproyekkan untuk membantah aliran klasik dalam persoalan determinisme melawan kebebasan dan kemauan, kemudian ajaran ini juga dipertentangkan untuk membantah teori Tarde tentang Theory of imitation. Teori Lembroso yang dibangun atas dasar penelitiannya mengenai ciri – ciri  bentuk fisik dari beratus – ratus narapidana dan menerangkan bahwa timbulnya kejahatan disebabkan oleh faktor bakat yang ada pada sipelaku, serta kejahatan karena keturunan.

Fase Sesudah Lombroso yaitu disebut aliran Neo Lombroso
            Aliran ini berpangkal pada penyelidikan otak terbelakang yang melihat bahwa kegiatan dihubungkan dengan keterbelakangan otak seseorang, dan mengolongkan atas:
1)      Idiot, yakni mereka yang mempunyai daya pikir atau kemampuan berpikir yang tidak lebih dari anak yang berumur 3 tahun.
2)      Imbesiel, yakni mereka yang daya pikirnya atau kemampuan berpikirnya tidaklah lebih dari anak yang berumur 6 tahun.
3)      Debiel, yakni mereka yang daya pikir atau kemampuan daya pikirnya tidak lebih dari anak umur 12 tahun.
Menurut ajaran Phrenologi bahwa muka orang adalah bagian badan yang paling penting. Menurut William James ahli psychologi terpengaruh olehnya mengatakan orang yang hidungnya bengkok, yang tangannya kekar adalah tanda energi praktis. Mata adalah tanda kuat berbahasa, dan leher yang besar adalah sensualitas.

Pengaruh teori Lombroso:
a)      Pengaruh positif, timbulnya perhatian para ahli hukum pidana dalam memandang penjahat sebagai subjek dan bukan sebagai objek belaka. Akibatnya ulai diperhatikan aspek – aspek subjektif dai pelaku, disamping dapat dipandang sebagai mendorong perkembangan ilmu pskiatri.
b)     Pengaruh negatif, timbulnya sikap penegak hukum khususnya hakim yang berprasangka terhadap terdakwa yang dianggap memiliki “ciri – ciri” penjahat, sehingga akan merugikan kepentingan terdakwa.
            Kritik yang utama terhadap ajaran Lombroso datang dari mazhap lingkungan, yang disampaikan oleh A.Lacassagne, L. Manouvrier, G. Tarde. Yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Menurut Lacassagne adalah “masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya” yang berarti bahwa tergantung dari masyarakat sendiri dalam usahanya menghadapi kejahatan yang ada sedangkan penjahat dianggap kurang berperan. Di membandingkan penjahat sebagai bakteri, apakah bakteri tersebut akan berkembang atau tidak? Tergantung tempat bakteri tersebut diletakkan, kalau ditaruh ditempat yang steril maka tidak dapat berkembang, dalam hal ini masyarakat diumpamakan sebagai tempat untuk bakteri tersebut.
            Akhirnya ajaran Lombroso kurang baik. Sebab teori-teorinya tidak ada yang bisa dipertahankan, namun Lombroso telah berjasa dalam membantu ide-ide kriminal psikiatris.
            Menurut E. Kretchmer, seorang psikiater. Tujuan utama dari krechmer adalah mencari hubungan antara tipe-tipe fisik yang beraneka ragam denga karakter dan mental yang upnormal.
Krechmer membedakan tipe dasar manusia dalam tiga bentuk yaitu:
a)      Tipe leptosome, yang mempunya bentuk jasmani tinggi, ceking, dengan sifatnya pendiam dan dingin, bersifat tertutup dan selalu mengadakan jarak (distansi).
b)      Tipe piknis, yang mempunya bentuk tubuh pendek, kegemuk – gemukan dengan sifatnya yang ramah dan riang.
c)      Tipe atletis, yang mempunyai bentuk tubuh dengan tulang dan urat yang kuat, dada lebar, dagunya kuat dan menonjol, sifatnya eksplosif dan agresif
Menurut Kretchmer tipe, tipe leptosome kebanyakan melakukan kejahatan pemalsuan, tipe piknis kebanyakan melakukan kejahatan penipuan dan pencurian dan tipe atlentis, melakukan kejahatan kekerasan terhadap orang dalam seks. Menurut H. Sheldon dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Dengan membandingkan dengan dunia hewan dari kelompok herbivora dan carnivora kemudian dia membagi manusia kedalam tiga tipe berdasarkan panjang pendeknya usus, yaitu:
a)      Tipe endomorphic, memiliki sifat sabar dan lambat.
b)      Tipe mesomorphic, sifatnya aktif dan agresif.
c)      Tipe ectomorphic, sifatnya introvert, sensitif terhadap kegaduhan dan gangguan.
Kemudian H. Sheldon menjelaskan tiga tipe itu mempunyai cii-ciri sebagai berikut:
1)      Endomorphic, badan bulat dan soft, badan pendek, punggung kecil, kulit halus berlemak.
2)      Mesomorphic, besar otak, punggung dan jaringan badan lebar, otaknya sempurna, dada besar juga tangan.
3)      Ectomorphic, badan langsing dan tertian, punggung kecil dan lemah, muka kecil, hidung mancung rambut baik.
Masing – masing tipe fisik ini mempunyai ciri – ciri tertentu, yaitu:
1)      Visceratonic, orangnya menarik, suka kepada orang yang menyenangkan, perkakas serba halus .
2)      Sematatonic, aktif dinamis, bicara ribut, agresif.
3)      Cerebrotonic, terserang sakit – sakit, alergi kulit, kronis, insomnia, tidak mau diganggu, condong menyendiri.

B. Teori Psikologi Kriminal
            Psikologi kriminal adalah mempelajari ciri – ciri psikis dari para pelaku kejahatan yang sehat, artinya sehat dalam pengertian psikologi. Pada umumnya ahli – ahli psikologi mengembangkan ilmunya dengan cara membagi manusia dalam tipe – tipe tertentu (tipologi). Akan tetapi tipologi yang di hasilkan tersebut tidak bisa begitu saja diterapkan pada para penjahat.
Di Indonesia perkembangan psikologi kriminal adalah sangat lambat, teruta disebabkan oleh perundang – undangan yang ada. Masalah lain yang merupakan hambatan yang cukup besar, adalah kurangnya perhatian para penegak hukum, khususnya para hakim dalam mengembangkan psikologi kriminal dinegara kita. Masih sangat sedikit pertimbangan – pertimbangan atau perhatian para hakim dalam memetiksa terdakwa dengan menggunakan hasil hasil atau pendapat pendapat para ahli psikologi. Bahkan dari berbagai kasus, sikap hakim seringkali menutup kemungkinan dilakukannya pemeriksaan psikologis, psikiatris terhadap terdakwa.
Mengingat konsep tentang jiwa yang sehat sangat sulit dirumuskan dan kalaupun ada maka perumusannya sangat luas, sehingga dalam pembicaraan ini akan dimilai dengan pembicaraan tentang bentuk bentuk gangguan mental, [6]khusunya yang sering muncul pada kasus – kasus kejahatan (tentu saja diluar negeri) dan setelah itu barulah dibicarakan psikologi keiminil bagi pelaku kejahatan yang "sehat". Alasan lain adalah masih belum adanya perundang –undangan yang mewajibkan parabhakim untuk melakukan pemeriksaan kepada pertimbangan – pertimbangan  hakim. Bentuk – bentuk gangguan mental yang akan dibicarakan di sini adalah psikoses, facat mental dan neuroses.

a.      Psikoses
Psikoses dapat dibedakan antara psikoses organis dan psikoses fungsional.
1.      Psikoses Organis
Bentuk – bentuk paikoses organis antara lain:
a)      Kelpuhan umum dari otak yang ditandai dengan kemerosotan yang terus menerus dari seluruh kepribadian, pada tingkat permulaan, maka perbuatan kejahatan seperti pencurian,penipuan.
b)      Traumatik psikosis yang diakibatkan oleh luka pada otak yang disebabkan dari kecelakaan ( gegar otak).
c)      Encephalotis lethargica. Umumnya penderitanadalah anak anak sering kali melakukan tindakan tindakan yang anti sosial, pelanggaran seks.
d)     Senile dementia, penderitanya pada umumnya pria yang sudah lanjut usia dengan kemunduran pada kemampuan fisik dan mental.
2.      Paikoses fungsional
Bentuk psikoses fungsional yang terutama adalah:
a)      Paranoid
Penderitanya anatara lain diliputi oleh khayalan, merasa hebat, dan merasa kejang – kejang.
b)      Manic-depressive psikhoses
Penderitanya menunjukan perubahan dan kegembiraan yang berlebih – lebihan ke kesedihan.
c)      Schizophrenia
Sering dianggap sebagai bentuk psikoses fungsional yang paling banyak dan penting.

b.      Cacat mental
Cacat mental lebih ditekankan pada kekurangan intelegenesia daripada karakter atau kepribadiannya, yaitu dilihat dari tinggi rendahnya I.Q. dan tingkat kedewasaannya. Literatur kuno membedakan beberapa bentuk seperti: idiot, yaitu orang yang kenunjukkan IQ dibawah 25 dan tingkat kedewasaannya dibawah 3tahun. ; imbeciel, yaitu orang yang menunjukkan IQ antara 25-50 dan tingkat kedewasaannya antara 3-6tahun, dan feeble-minded yaitu dengan IQ antar 50-70 dan tingkat kedewasaannya anata 6-10 tahun.

1)      Hubungan antara cacat mental dengan kejahatan
Dalam mencari hubungan antara cacat mental dengan kejahatan, orang orang melakukannya dengan cara pengujian secarabstatistok dan dengan cara studi kasus. Dalam hal ini orang mempelajari dari sudut kejahatan dan sudut cacat mental.
Meskipun jauh sebelumnya orang sudah beranggapan bahwa cacat mental menjadi merupakan sebab timbulnya kejahatan namun hal iyu mencapai puncaknya dengan diterbitkannya buku Feeble minded-ness.
Persentasi dari cacat mental dalam dua kelompok mengandung 2 kelemahan, yaitu:
Pertama: terdapat kelemahan yang tidak dapat di hindari bahwasanya kita baru dapt mengukur kecerdasan dari penjahat hanya setelah dia tertangkap, sedangkan kemungkinannya bahwa ada koreksibyang positif antar penangkapan dengan kecerdasan yang rendah.
Kedua: semua pertanyaan atau persoalan yang menunjuk "penjahat" sebagai istilah umum adalah di luar batas atau kemampuannya, sama sekali tidak memandaibunyil menguji angka kecerdasan yang misterius tersebut.


2)      Hubungan dari penjahat yang normal
Genius merupkan kemampuan seotang di atas rata rata kemampuan manusia biasa, genius termasuk langka, tetapi hubungannya dengan kejahatan mendapat perhatian dari pra ahli kriminologi karena dua alasan:
a)      Karena diduga ada hubungan antara genius dan gila
b)      Karena adanya kepercayaan bahwa orang genius seakan akan anti sosial atau bersifat individualitasbatau tidak mau tunduk pasa aturan sosial.
Telah disebutkan bahwa psikologi kriminal mempelajari ciri ciri psikis dari penjahat yang sehat. Akan tetapi sebagaimana telah diutarakan tentang kesulitan yang di hadapai dalam menentukan batasan "normal" dan "tidak normal" sehinggal pembicataan tentang ini dimulai dengaj membahas bentuk bentuk gangguaj mental.[7]
Meskipun dari herbagaibpenelituaj terhadap pelaku kejahatan ditekukan ciri ciri kepribadian tertentu, bamun kita kidak dapt bagitu saja menyimoulkan adanya "kepribadian penjahat", sebab:[8]
a)      Penjahat merupakan istilah umum, sedangkan tersebut hanyalah mengenI jenis kejahatan tertentu
b)      Ciri – ciri kepribadian tersebut hanyalah di cari pda kelompok tertentu
c)      Ciri – ciri  tertentu tersebut hanyalah ciri kepribadian penjahat resmi dan bukan sebagai penjahat sebagai keseluruhan.



c.       Neuroses
Perbedaan anatar paikoses dan neuroses masih merupakan hal yang kontroversal. Secara statistik pelanggaran hukum lebih banyak dilakukan oleh penderita neuroses dari pada psikoses. Berikut beberapa neuroses yang sering mencul di pengadilan

1)      Anxiety neuroses dan phobia
Keadaan ditandai dengan ketakutan yang tidak wajar dan berlebih lebihan terhadapat adanya bahaya dan sesuatu atau dengan objrk tertentu disebut phobia.

2)      Histeria
      Terhadap disodiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam berbagai bentuk.

3)      Obsessional dan compulsive neuroses
Penderitanya memiliki keinginan atau ide ide yang tidak rasional dan tidak dapat ditahan. Sering di katakan bahwa hal ini disebabkan karena adanya keinginan keinginan yang di tekan karena adanya ketakutan yntuk melakukan keinginan



C. Teori Sosiologi Kriminal
            Teori ini mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor sosial-kultural. Objek utama sosiologi kriminal adalah mempelajari hubungan antara msyarakat dengan anggotanya. Antara kelompok baik karena hubungan tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan.
            Disamping itu juga mempelajari tentang umur dan seks, hanya saja berbeda dengan biologi kriminal. Maka disini yang dipelajari hubungan seks dan umur dengan peranan sosialnya yang dapat menghasilkan kejahatan publik.
            Suatu masyarakat dapat dimengerti dan dinilai hanya dengan latar belakang yang dimilikinya, norma – norma dan nilai – nilai yang berlaku. Apakah kultur norma dan nilai tersebut dapat dipandang baik atau buruk, seberapa jauh konflik yang timbul antara norma atau nilai yang satu dengan yang lainnya, dan membantu timbulnya kejahatan, akan berbeda – beda menurut pandangannya masing – masing pengamat.
            Salah satu ciri masyarakat adalah pelapisan sosial (stratifikasi sosial) misalnya pada masyarakat Jawa Kuno kita kenal adanya priyai dan orang kebanyakan, sedangkan dalam masyarakat modern kita mengenal dengan apa yang disebut sebagai kelas sosial. Kelas sosial tersebut mempunyai pengaruh dalam timbulnya kejahatan, bentuk – bentuk kejahatan dan pelakunya serta konsekuensi – konsekuensi.
            Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat memiliki tipe kejahatan dan penjahat sesuai dengan budayanya, moralnya, kepercayaannya serta kondisi – kondisi sosialnya, struktur, politik dan ekonominya.
            Dalam mempelajari kejahatan dapat melalui dua cara pendekatan:
1.      Melihat penyimpangan sebagai kenyataan obyektif
Tindak penyimpangan mereka mendasarkan pada gambaran tentang norma dan nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat dengan mendasarkan asumsi – asumsi tertentu. Mereka mengasumsikan adanya konsensus tentang nilai atau norma yang berlaku di masyarakat, sehingga dengan mendasarkan konsensus tersebut maka secara relatif mudah untuk mengidentifiksi berlaku kejahatan.[9]

Karena terhadap tindakan penyimpangan ada sanksinya, maka penjatuhan hukuman berarti penegasan kembali dengan masyarakat luas. Bahwa mereka terikat dengan seperangkat norma – norma dan nilai umum.
2.      Penyimpangan sebagai Problematik Subyektif
Menurut H. Mannheim membedakan teori – teori sosiologi kriminal kedalam :
1)      Teori yang berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori – teori yang mencari sebab – sebab kejahatan dari ciri – ciri kelas sosial, perbedaan [10]antara kelas sosial serta konflik diantara kelas – kelas sosial yang ada. Termasuk dalam teori ini adalah:
1.a Teori Anomie
1.b Teori Sub Budaya Delinkuen

2)      Teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori yang membahas sebab – sebab kejahatan tidak dari kelas sosial tetapi aspek yang lain seperti lingkungan, kependudukan, kemiskinan dan sebagainya. Teori ini meliputi:
2.a Teori Ekologis
2.b Teori Konflik Kebudaya
2.c Teori Faktor Ekonomi
2.d Teori Diferental Association

1.      Teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial
1.a Teori Anomie
      Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Emile Durkeim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan.
Istilah tersebut diperkenalkan oleh Robert K. Merton yang tujuannya untuk menggambarkan keadaan deregulation didalam masyarakatnya.
      Teori Anomie adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori Anomie menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, dimana tujuan – tujuan budaya lebih ditekankan daripada cara – cara yang tersedia untuk mencapai tujuan – tujuan budaya itu.


1.b Teori Sub Budaya Delinken
      Teori ini diajukan oleh A.K Cohen dalam bukunya Delinquent Boys (1955) yang membahas kenakalan remaja di Amerika. Teori ini mencoba mencari sebab – sebab kenakalan remaja dari perbedaan kelas di antara anak – anak yang diperbolehnya dari keluarganya.
      Cohen menunjukan adanya moralitas dan nilai -  nilai yang berbeda di antara keluarga kelas menengah dengan kelas pekerja seperti ambisi, tanggung jawab pribadi, pengendalian terhadap tindakan agresif, penghargaan terhadap milik dan sebagainya.
      R.A.Cloward dan L.E.Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity, A Theory of Delinqent Gang (1960) mencoba membahas kenakalan remaja Amerika dengan menggunakan dasar – dasar teori yang dikemukakan oleh Durkheim dan Merton dan teori – teori yang dikemukakan oleh Shaw dan H.D.McKay dan E.H.Sutherland. Dalam bukunya tersebut mengajukan teori yang diberi nama “differential opportunity system” yang membahas geng delinkuen atau sub kultural yang banyak terdapat diantara anak laki – laki kelas bawah di daerah – daerah pusat kota – kota besar.

Teori ini membedakan tiga bentuk sub kultural delinkuen, yaitu:
a)      Criminal Sub Culture, suatu bentuk untuk melakukan pencurian, pemerasan dan bentuk kejahatan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh uang.
b)      Conflict Sub Culture, suatu bentuk berusaha mencari status dengan mengguanakan kekerasan.
c)      Retreatist Sub Culture, suantu bentuk dengan ciri – ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan yang konvensional dan kerenanya mencari pelarian dengan menggunakan narkotika serta melakukan bentuk kejahatan yang berhubungan dengan itu.

2.      Teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial
2.a Teori Ekologis
      Perhatian orang terhadap timbulnya kejahatan dan faktor – faktor ekologis telah dimulai pada pertengahan abad 19 dan mencapai puncaknya pada antara ke dua perang dunia dan mulai surut dengan berakhirnya P.D.II. Teori ini mencoba mencari sebab – sebab kejahatan dari aspek – aspek tertentu baik dan lingkungan manusia maupun sosial, seperti:
a)      Kepadatan penduduk, hubungannya banyak dipelajari orang an nampaknya lebih mudah untuk menganggap bahwa semakin padat penduduknya dengan akibat semakin meningkat timbulnya perselisihan akan semakin besar kejahatannya.
b)      Mobilitas penduduk, dimaksudkan hanyalah mobilitas horizontal yang pada belakangan ini dengan jelas dapat dilihat peningkatannya. Hal ini terutama karena pengaruh transportasi yang semakin meningkat.
c)      Hubungan kota dan desa: urbanisasi dan urbanisme, urbanisasi adalah gejala perpindahan penduduk dari daerah pedalaman/desa ke kota-kota, sedangkan urbanisme adalah cara hidup yang spesifik sebagai akibat dari urbanisasi tersebut. Perkembangan dan kehidupan kota – kota besar sangat berbeda dan sejak lama melemparkan kesalahan atas meningkatnya kejahatan – kejahatan di kota – kota besar karena urbanisasi. Dalam kehidupan masyarakat modern ditambah dengan godaan dan kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kejahatan [11]seringkali dijadikan dasar untuk menjelaskan pengaruh urbanisasi terhadap kejahatan.
d)     Daerah kejahatan dan perumahan kumuh, Shaw & McKay menunjukan bahwa kejahatan cenderung terjadi di daerah – daerah yang memiliki ciri – ciri tertentu.  

2.b Teori Konflik Kebudaya
      Menurut Sellin semua konflik kebudayaan adalah konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma – norma. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik yang demikian kadang – kadang dianggap sebagai sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban, kadang – kadang sebagai hasil dari perpindahan norma -  norma perilau daerah atau budaya yang satu ke yang lain dan dipelajari sebagai konflik mental atau benturan nilai kultural. Konflik antara norma – norma dari aturan – aturan kultural yang berbeda dapat terjadi, yaitu:
1)      Bertemunya dua budaya besar
2)      Budaya besar menguasai budaya kecil
3)      Apabila anggota dari suatu budaya pindah ke budaya lain.

2.c Teori Faktor Ekonomi
      William Bongers mengatakan bahwa kemiskinan mendorong kepada kejahatan dan menjadi motif sebab struktur kapitalistis menghasilkan konflik – konflik yang tak terhitung jumlahnya.
      Menurut W.A Bonger bahwa sebab – sebab kejahatan anatara lain disebut sebagai hasil aetiologi dari pada sosiologi kriminal, yakni:
1)      Terlantarnya anak – anak, 
2)      Pengaruh kesengsaraan
3)      Nafsu memiliki

2.d Teori Differential Association
Edwin H Sutherland, memperkenalkan sebuah teori kriminologi yang dia namakan teori asosiasi diferensial. Sutherland berpendapat bahwa perilaku kriminal merupakan perilaku yang dipelajari dalam lingkungan sosial. Artinya semua tingkah laku dapat dipelajari dengan berbagai cara. Karena itu, perbedaan tingkah lakuyang conform dengan kriminal adalah apa dan bagaimana sesuatu itu dipelajari.
Teori ini dipengaruhi oleh tiga teori lain yaitu ecological and culter transmission theory, symbolic interactionism, and culture conflict theory. Dari pengaruh-pengaruh tersebut dapat disimpulkan bahwa munculnya teori diferensiasi ini didasarkan pada :
1.      Setiap orang akan menerima dan mengakui pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan.
2.      Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku dapat menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan.
3.      Konflik budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.
Teori asosiasi diferensial ini memiliki 2 versi. Versi pertama dikemkukakan tahun 1939 lebih menekankan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi diferensial. Dalam versi pertama, Sutherland mendefinisikan asosiasi diferensial sebagai “the contents of pattern presented in association would differ from individual to individual”. Hal ini tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan penjahat akan menyebabkan seseorang berprilaku kriminal. Yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dengan orang lain. Hal ini jelas menerangkan bahwa kejahatan atau perilaku jahat itu timbul karena komunikasi dengan orang lain yang jahat pula. Pada tahun 1947, Sutherland memaparkan versi kedua nya yang lebih menekankan pada semua tingkah laku dapat dipelajari dan mengganti istilah sosial disorganization dengan differential sosial organization. Teori ini menentang bahwa tidak ada tingkah laku jahat yang diturunkan dari kedua orangtuanya. Pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.[12]
Teori asosiasi diferensial yang kedua ini adalah sebagai berikut :
     Perilaku kejahatan dipelajari
     Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dari komunikasi
     Dasar perilaku jahat terjadi dalam kelompok pribadi yang intim
     Ketika perilaku jahat dipelajari, pembelajaran termasuk juga teknik melakukan kejahatan yang sulit maupun yang sederhana dan arah khusus dari motif, dorongan, rasionalisasi, dan sikap-sikap.
     Arah khusus dari motif dan dorongan dipelajari dari definisi aturan hukum yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
     Seseorang menjadi delinkuen disebabkan pemahaman terhadap definisi-definisi yang menguntungkan dari pelanggaran terhadap hukum melebihi definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum
     Asosiasi yang berbeda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas, dan intensitas
     Proses pembelajaran perilaku jahat melalui persekutuan dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan meliputi seluruh mekanisme yang rumit dalam setiap pembelajaran lainnya
     Walaupun perilaku jahat merupakan penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut sejak perilaku tidak jahat adalah sebuah penjelasan dari kebutuhan dan nilai nilai yang sama
Dari 9 proposisi ini, dapat disimpulkan bahwa menurut teori ini tingkah laku jahat dapat dipelajari melalui interaksi dan komunikasi yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan alasan yang mendukung perbuatan jahat tersebut. Dengan diajukannya teori ini, Sutherland ingin menjelaskan pandangannya tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan.
Adapun kekuatan teori differential association bertumpu pada aspek-aspek berikut:
     Teori ini relatif mampu menjelaskan sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial
     Teori ini mampu menjelaskan bagaimana seseorang karena adanya melalui proses belajar menjadi jahat
     Teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional
Sedangkan kelemahan mendasar teori ini terletak pada aspek :
     Tidak semua orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru atau memilih pola-pola kriminal
     Teori ini belum membahas, menjelaskan, dan tidak peduli pada karakter-karakter orang-orang yang terlibat dalam proses belajar tersebut[13]
     Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa individu lebih suka melanggar undang-undang dan belum mampu menjelaskan kausa kejahatan yang lahir karena spontanitas[14]
     Teori ini sulit untuk diteliti, bukan hanya karena teoretik tetapi juga harus menentukan intensitas, durasi, frekuensi dan prioritas nya.
Konsep lain yang dikemukakan Sutherland adalah differential social organization theory. Bertitik tolak pada teori pluralis, teori dimaksud untuk mengakui perbedaan beragam kondisi sosial. Dengan nilai-nilai internal serta tujuannya masing-masing serta menggunakan sarana yang berbeda untuk mencapai tujuannya.
Sutherland memandang bahwa perilaku menyimpang bersumber pada pergaulan yang berbeda. Artinya individu mempelajari perilaku menyimpang dan interaksinya dengan individu yang lain yang berbeda latar belakang, asal, kelompok, ataupun budaya. Kesimpulan yang dapat diambil dari teori differential association adalah :
     Perbedaan asosiasi cenderung membentuk perbedaan kepribadian manusia yang berbeda dalam pergaulan kelompok
     Tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang melakukan pelanggaran hukumadalah karena individu yang bersangkutan menyetujui pola prilaku yang melanggar hukum dibandingkan dari pola perilaku lain yang normal
     Sikap menyetujui atau memilih salah satu pola perilaku tertentudalam asosiasi yang berbeda adalah melalui proses belajar dari pergaulan yang paling intim melalui komunikasi langsung yang berhubungan sering, lama, mesra, dan prioritas pada perilaku kelompok atau individu yang diidentifikasi menjadi perilaku miliknya.
               

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berbicara tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan mengungkapkan pelbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Teori-teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan menunjukkan arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa yang akan diteliti dan dicari solusinya.
Dalam menentukan teori mana yang menjadi landasan, hasil yang maksimal akan dicapai apabila kita dapat menentukan perspektif mana yang akan digunakan. Penentuan perspektif ini kemudian memberikan patokan kepada kita dalam usaha penelusuran dan pencarian kebenaran terhadap realita yang ada di dalam masyarakat (kejahatan dan penyimpangan yang merupakan satu gejala sosial masyarakat). Karena itu dibutuhkan suatu paradigma berpikir yang akan menuntun ke arah fokus perhatian suatu masalah sehingga masalah tersebut dapat dikaji secara mendalam
Keterkaitan dan kesesuaian antara teori-teori kriminologi dengan perspektif dan paradigma yang ada merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan. Sejatinya, teori-teori kriminologi merupakan elemen-elemen yang membentuk paradigma tersebut sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap perspektif yang dimiliki secara jelas dan ilmiah. Ketidakpahaman kita terhadap kesesuaian teori dengan paradigma akan berdampak kepada hasil pengamatan pengkajian yang keliru dan sulit untuk dipertanggung jawabkan.

B.     Saran
Bagi kepolisian, sebaiknya aparat kepolisian harus mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, dan harus lebih cermat dalam menangani kasus kejahatan seperti itu, agar kejahatan tersebut tidak semakin meningkat dalam masyarakat.
Bagi Lembaga Pemasyarakatan, diharapkan kepada Lapas untuk memberikan pembinaan dan pembekalan ketrampilan secara berkelanjutan kepada narapidana sebagai suatu upaya pembekalan terhadap narapidana guna menghadapi kehidupan di lingkungan masyarakat untuk kedepannya.
Bagi masyarakat, keharusan bagi masyarakat untuk turut serta dalam proses penanggulangan kejahatan haruslah disadari oleh masyarakat itu sendiri, dimana kejahatan itu lahir dari masyarakat sendiri. Selain itu, masyarakat juga bertanggungjawab atas keamanan di wilayah sekitarnya. Oleh karena itu peran serta dan kesadaran masyarakat sangatlah dibutuhkan dalam menanggulangi kejahatan tersebut.




DAFTAR PUSTAKA


Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru.

Santoso, Topo, 2015, Kriminologi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.






[1] Santoso, topo, et all., kriminologi, Jakarta: PT. Raja Grapindo persada, 2015, hlm : 9
[2] http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-kriminologi-kejahatan-dan.html
[3] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 60

[4] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 61
[5] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 61-64
[6] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 68-69
[7] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 70-72

[9] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 80-81
[10] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 82-84
[11] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru. Hlm : 90-95
[12] https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/04/28/teori-differential-association/
[13] https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/04/28/teori-differential-association/
[14] https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/04/28/teori-differential-association/

Kriminologi, Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang             Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kri...